Judul
Terjemahan : Aku Terlahir 500
gr dan Buta
Penulis : Miyuki Inoue
Penerjemah : Tiwuk Ikhtiari
Cetakan : Kelima, Mei 2007
Tebal : xiv+183
Penulis : Miyuki Inoue
Penerjemah : Tiwuk Ikhtiari
Cetakan : Kelima, Mei 2007
Tebal : xiv+183
Kisah
seorang buta yang patut berbangga meski buta? Anda akan mengetahuinya dengan
membaca novel kisah nyata (true story) yang ditulis Miyuki Inoeu. Aku Terlahir
500 gr dan buta, itulah judul novel yang ditulis oleh Miyuki.
Novel ini sungguh
luar biasa, bagaimana tidak disebut luar biasa, Miyuki membuat novel kehidupan
dirinya sendiri, mulai dari kisah kelahirannya yang menguras air mata sang ibu
sampai menjadi kebanggaan karena memenangkan perlombaan mengarang tingkat
nasional Jepang ketika duduk di SMP.
Dalam keadaan normal, seorang bayi harus berada
di dalam kandungan selama 40 minggu, sedangkan Miyuki berada dalam kandungan
ibunya hanya 20 minggu. Oleh karena itu, Miyuki harus berada dalam tabung inkubator
selama 4 bulan setelah lahir ke dunia. Selama empat bulan itu tak sekali pun
Miyuki kecil merasakan pelukan sang ibu.
Miyuki lahir dengan berat setengah kilogram, seperenam dari berat bayi umumnya. Saking kecilnya hingga Miyuki bisa digenggam. Kepala Miyuki sebesar telur dan jari-jari sekurus tusuk gigi. Keadaan itu membuat Miyuki kecil harus masuk dalam tabung inkubator.
Miyuki lahir dengan berat setengah kilogram, seperenam dari berat bayi umumnya. Saking kecilnya hingga Miyuki bisa digenggam. Kepala Miyuki sebesar telur dan jari-jari sekurus tusuk gigi. Keadaan itu membuat Miyuki kecil harus masuk dalam tabung inkubator.
Masa-masa sulit Miyuki selama dalam tabung inkubator
menguras air mata ibunya. Ibu Miyuki dengan tegar memberi semangat pada Miyuki
kecil. Sejak kelahirannya, dokter yang merawat Miyuki menvonis usia Miyuki
tidak lebih dari 2 minggu. Tapi dokter bukan Tuhan. Meski sudah divonis tak
akan bertahan hidup, Miyuki berhasil melewatinya, sampai akhirnya berada dalam
dekapan ibu 4 bulan kemudian setelah dikeluarkan dari tabung inkubator.
Berada
dalam tabung inkubator terlalu lama memiliki risiko gangguan kesehatan pada
mata bayi. Risiko itu juga harus ditanggung Miyuki kecil. Miyuki kecil tidak
sempat melihat dunia tempat dia berada. Miyuki mengalami kebutaan. Tabung
inkubator dialiri banyak oksigen. Jika bayi terlalu lama berada dalam tabung
inkubator, bayi itu bisa terkena ROP (Retinopathy of Prematurity), yaitu
penyakit yang bisa membutakan bayi prematur kalau menghirup terlalu banyak oksigen.
Perjuangan hidup Miyuki semakin berat. Lahir
prematur saja sudah membuatnya berbeda dari anak-anak seusianya. Ditambah
dengan kebutaannya, Miyuki semakin harus bekerja keras dalam hidupnya. Yang
sangat bermakna dari novel ini adalah lika-liku perjuangan hidup Miyuki sejak
dia lahir hingga menginjak remaja. Bukan hanya perjuangan untuk mendobrak
kebutaannya, tetapi juga harus terus berjuang dalam kekerasan-kekerasan yang
dilakukan ibunya. Bukan kekerasan fisik, melainkan lebih pada kekerasan psikis.
Ibu Miyuki sangat keras dalam mendidik Miyuki. Ibu
kebanyakan akan menjaga dengan hati-hati anaknya yang buta, tetapi tidak untuk
Ibu Miyuki. Ibu Miyuki akan membiarkan Miyuki merasa sakit karena terjatuh,
merasakan benturan keras di kepala, dan masih banyak yang lain. Itulah cara Ibu
Miyuki mendidik Miyuki menjadi manusia yang tegar dan mandiri.
Ibu
Miyuki ingin anaknya tidak rendah diri meski menjadi seorang yang buta. Pernah
suatu kali Miyuki terjatuh dari tangga. Ibu Miyuki bukannya menanyakan keadaan
anaknya, tetapi menyalahkan anaknya, ”Salah sendiri.” Hanya itu ucapan ibu lalu
pergi meninggalkanku sambil menggumam, ”Berapa kali harus jatuh sampai kamu
puas, hah? Kalau kamu jatuh terus, nanti lantainya rusak.” (halaman 43).
Di satu sisi Ibu
Miyuki menginginkan anaknya tegar dan mandiri. Di sisi lain dalam diri Miyuki
merasa tersiksa karena perlakuan ibunya. Miyuki merasa kesal terhadap perlakuan
ibu, tetapi Miyuki tidak bisa jauh dari ibunya. Miyuki sangat memerlukan
ibunya.
Lembar
demi lembar dalam novel ini dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang timbul
dalam diri Miyuki tentang perlakuan-perlakuan kasar ibunya hingga Miyuki
menemukan sebuah kesadaran akan kehebatan ibunya ketika membesarkannya. Miyuki
dengan jujur mengutarakan perasaannya, baik itu perasaan senang ketika dekat
ibu, sedih saat jauh dari ibu, maupun sakit hati pada perlakuan ibunya.
Suatu hari Miyuki ingin merasakan naik sepeda. Ibu Miyuki
menyanggupi untuk mengajak Miyuki belajar naik sepeda di lapangan. Ibunya
memberi tahu cara naik sepeda.
Miyuki berpikir ingin duduk di belakang saja dan ibunya menolak. Tadinya aku ingin duduk di belakang saja, di boncengan dan ibunya menuntun sepedanya. ”Kalau kamu minta duduk di belakang, kamu tidak bisa naik sepeda selamanya. Kamu harus percaya kalau kamu bisa naik sepeda. Ayo, coba lagi!” (halaman xi).
Miyuki berpikir ingin duduk di belakang saja dan ibunya menolak. Tadinya aku ingin duduk di belakang saja, di boncengan dan ibunya menuntun sepedanya. ”Kalau kamu minta duduk di belakang, kamu tidak bisa naik sepeda selamanya. Kamu harus percaya kalau kamu bisa naik sepeda. Ayo, coba lagi!” (halaman xi).
Setelah diberi tahu ibunya cara naik sepeda, Miyuki harus
menaiki sepeda sendiri. Ibu Miyuki hanya duduk di kursi panjang sambil
meneriaki Miyuki untuk bangun lagi saat terjatuh. Miyuki sangat kesal karena
ibunya tidak menolong sekali pun. Padahal lutut dan tangan Miyuki sudah
berdarah-darah dan terasa perih. Sampai empat puluh kali jatuh dari sepeda,
akhirnya Miyuki bisa naik sepeda. Rasa sakit yang dialaminya dan kejengkelan
pada ibunya tak lagi dirasakannya setelah berhasil naik sepeda dan merasakan
embusan angin.
Tentunya Miyuki hanya bisa naik sepeda di lapangan. Jika di
jalan raya, itu akan membahayakan dirinya. Miyuki tahu bahwa ibunya menangis
saat melihatnya belajar sepeda ketika dia menulis cerita tentang dia dan ibunya.
Kebutaan tak menghentikan Miyuki untuk merasakan hal-hal
yang dialami anak-anak sebayanya. Itulah yang ditanamkan sejak dini oleh Ibu
Miyuki. Apa pun yang diinginkan Miyuki selalu didapatkan, tetapi tentunya
dengan usaha yang keras. Ibu Miyuki tidak membiasakan Miyuki untuk mendapatkan
hal-hal yang instan.
Perjuangan Miyuki dan ibunya membuahkan hasil yang luar biasa. Miyuki berhasil memenangkan lomba mengarang SLB tingkat nasional Jepang. Dalam karangan-karangannya Miyuki menceritakan kisah dirinya, ibu yang selalu keras padanya, tangis dan tawa bersama ibu, dan cerita-cerita mengharukan yang didengar dari ibunya. Melalui karangan-karangan ini pula Miyuki menjadi sadar, bahwa berkat ibunya, Miyuki bisa menjalani kebutaannya. Kecintaan Miyuki pada dunia tulis-menulis ini akhirnya membuahkan novel ini.
Perjuangan Miyuki dan ibunya membuahkan hasil yang luar biasa. Miyuki berhasil memenangkan lomba mengarang SLB tingkat nasional Jepang. Dalam karangan-karangannya Miyuki menceritakan kisah dirinya, ibu yang selalu keras padanya, tangis dan tawa bersama ibu, dan cerita-cerita mengharukan yang didengar dari ibunya. Melalui karangan-karangan ini pula Miyuki menjadi sadar, bahwa berkat ibunya, Miyuki bisa menjalani kebutaannya. Kecintaan Miyuki pada dunia tulis-menulis ini akhirnya membuahkan novel ini.
Ketika
Anda membaca novel ini Anda akan merasa seolah-oleh Miyuki bercerita pada Anda.
Tutur bahasa yang sederhana membuat novel ini mudah dipahami. Hal ini tentunya
juga didukung oleh sang penerjemah, Tiwuk Ikhtiari.
Novel
ini baik dan layak dibaca oleh semua orang, terutama diperdengarkan pada sesama
kita yang tidak diberikan mata normal.
Pertama, dengan membaca novel ini wawasan Anda tentang ”kebutaan” akan menjadi lebih positif. Memang, ”kebutaan” itu membuat pemiliknya harus berusaha lebih keras dalam mendapatkan sesuatu. Miyuki, satu di antara jutaan orang yang buta, berhasil mendobrak kebutaannya dengan bantuan penuh ibunya.
Pertama, dengan membaca novel ini wawasan Anda tentang ”kebutaan” akan menjadi lebih positif. Memang, ”kebutaan” itu membuat pemiliknya harus berusaha lebih keras dalam mendapatkan sesuatu. Miyuki, satu di antara jutaan orang yang buta, berhasil mendobrak kebutaannya dengan bantuan penuh ibunya.
Oleh
karena itu, jangan menjadi lemah karena putri, putra, kakak, adik, atau orang
tua Anda yang buta. Akan tetapi, doronglah dia menjadi positif dalam memandang
hidup. Ingatlah perjuangan Ibu Miyuki dalam mendidik Miyuki. Dalam didikan
ibunya, Miyuki menjadi seorang yang mandiri dan bangga pada dirinya.
Kedua,
dalam beberapa hal, bisa jadi Anda, saya, dan Miyuki mempunyai kesamaan.
Mendapat perlakuan keras dari orang tua, guru, dan lingkungan sekitar. Akan
tetapi, yakinlah bahwa sebagaimana Miyuki alami, buah-buah rohani akan
dirasakan dengan nikmat bila kita sampai pada kesadaran tertentu. Lebih penting
lagi, sikap pantang menyerah Miyuki dan kesetiaan sang ibu membesarkan anaknya
bisa menjadi inspirasi dan motivasi kita untuk terus berjuang, memperjuangkan
apa yang kita inginkan.